Di Balik Keindahan Danau Quarry
Mengawali bulan febuari,
tepatnya tanggal 1 Febuari 2016 kemarin, akhirnya saya berkesempatan untuk
menjejaki tanah Parung dan sekitarnya, tepatnya ke Danau Quarry Eks Jayamix.
Perjalanan ke danau ini bisa dibilang lumayan susah, perlu banyak pengorbanan,
kesabaran dan kehati-hatian yang ekstra dengan medan yang cukup sulit. Akses jalan
yang bisa dibilang belum memadai ditambah sedikitnya informasi petunjuk arah
mengenai keberadaan Danau Quarry yang cantik nan mempesona ini.
Saya dan sahabat saya--Enur berangkat dengan
motor sekitar jam setengah 9 pagi dari Bogor. Dari perjalanan Bogor ke Parungnya
ditempuh dengan lancar karena Enur pernah ke daerah sana jadi tau lah jalannya. Begitu
masuk daerah Rumpin, Enur langsung blank katanya dia lupa-lupa inget sama
jalannya. Ya udah, kami memutuskan untuk terus jalan aja dulu baru nanya. Akhirnya perjalanan awal dihabiskan dengan beberapa kali kami
terpaksa harus berhenti dan bertanya ke warga sekitar hampir di sepanjang
perjalanan menuju Rumpin dan sekitarnya, belum lagi entah berapa kali kami harus
putar balik karena salah jalan. Hujan
sempat menyapa kami di tengah perjalan, kami berhenti sejenak dan berteduh di dekat rumah salah satu warga, setelah hujan berhenti kami memutuskan untuk
melanjutkan perjalanan.
Sebetulnya ke Danau
Quarry itu rada modal nekat juga sih, berbekal hanya googling dan dapat informasi
seadanya. Meyakini bahwa pertigaan hanya satu terus langsung ketemu tempatnya, padahal entah berapa banyak
pertigaan yang ada. Biasanya saya itu sebisa mungkin menghafal jalan
setiap melakukan perjalanan ke entah manapun itu, untuk pertama kalinya saya blank dan nggak bisa inget gimana jalannya. Mungkin kalau banyak yang nanya saya,
gimana sih jalan ke sana, saya juga bingung ngejelasinnya karena emang saya
nggak bisa menghapal jalannya. Terlalu panjang jalannya, terlalu jauh jalannya,
terlalu banyak kelokan, jalan yang hampir terlihat serupa, tapi ternyata beda.
Saya dan Enur bahkan mengalami hal konyol di mana kami berangkat lewat jalan
mana, pulang juga malah lewat jalan mana. Duh! Emang bener-bener deh. Terkadang, untuk melihat keindahan suatu tempat, emang ada ‘harga’ mahal yang harus
dibayarkan. Ya, salah satunya dengan menempuh perjalanan yang nggak biasa kayak
gitu.
Baca juga: Menjejaki 3 Kota dalam 4 Hari
Baca juga: Menjejaki 3 Kota dalam 4 Hari
Setelah entah berapa puluh
kilometer, kehujanan, salah jalan, dan nanya mulu ke warga sekitar yang ditemui
di jalan akhirnya kami sampai di ‘loket’ karcis sederhana yang berbentuk
seperti pangkalan ojek, banyak orang yang berkumpul di sana, mungkin warga
sekitar. Sejak kami belum mendekat ke tempat itu, mereka sudah
memanggil-manggil kami. Mungkin tahu kami memang datang ke situ untuk
mengunjungi Danau Quarry. Ketika tahu danau
quarry sudah hampir di depan mata saya bersyukur dan bahagia. Akhirnya sampai
juga, setelah setiap nanya orang di jalan mereka hampir selalu memberikan
jawaban yang sama, “masih jauh. Masih berapa km lagi lah.” Kami membayar tiket
sebesar Rp2000/orang. Ada salah satu warga sekitar yang menawarkan dengan ramah
kalau dia bisa mengantar kami ke danau, kami menolak tawarannya dengan ramah
dan ternyata memang danaunya sudah dekat sekali, jadi nggak perlu pemandu lagi.
Sesampainya di tepi Danau
Quarry, keadaan masih sepi pengunjung. Kami masih jadi satu-satunya yang ada,
meskipun bukan pengunjung pertama karena sebelumnya sudah ada tiga pengunjung,
kata warga sekitar yang berjaga. Sepertinya wisata itu masih dikelola oleh
masyarakat sekitar dengan biaya masuk perorang itu Rp2000 dan untuk motor
dikenakan Rp10000, sedangkan penitipan helm Rp4000 (kalau tidak salah, saya
lupa berapa hahaha).
Saya dan Enur berjalan melewati warung-warung yang ada menuju kursi-kursi bambu yang disediakan di tepi danau. Kami memutuskan
untuk duduk santai di sana menikmati pemandangan yang ada di depan mata sambil
melepas lelah setelah menempuh perjalanan panjang untuk bisa sampai ke sini. Kami agak kaget, waktu Enur melihat ada sesuatu yang bergerak di tengah
danau, awalnya dia mengira itu antara
ular atau buaya. Saya masih sibuk mencari-cari dan ketika menemukannya, saya berseru, "Oh itu!" Setelahnya kami masih saja sibuk menebak-nebak apakah itu ular atau buaya. Enur bergidik ngeri membayangkan kalau itu ular. Hewan itu bergerak menjauh dan sudah mehilang dari pandangan kami. Kami kembali menikmati danau dalam keheningan. Tidak lama kami membuat rencana kalau pulang harus nyari barengan karena nggak tau arah dan jalan pulang. Di tengah obrolan kami, entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba hewan itu sudah ada di dekat kami dan memecah keheningan, Enur yang pertama melihatnya. Setelah dilihat-lihat ternyata hewan itu adalah biawak. Sebetulnya nggak heran kalau masih ada hewan-hewan kayak gitu, secara lokasinya itu masih alami banget. Kami yang merasa agak sedikit takut berniat pergi menjauh dari sana. Entah kenapa yang terlintas dipikiran saya malahan jadi komodo, mentang-mentang sama-sama hewan bersisik dan rupa yang nyaris sama. Hahahaha.
Baca juga: Bukit Halimun, Wisata Hits Baru di Bogor
Baca juga: Bukit Halimun, Wisata Hits Baru di Bogor
Dengan hati-hati, kami melangkah
pergi dari tempat duduk di tepi danau. Kami memutuskan untuk ke warung yang tak
jauh dari sana, sekadar membeli makanan atau minuman. Setelah melihat-lihat,
akhirnya Kami memesan dua mie instant rebus untuk menganjal perut karena waktu menunjukan
sudah saatnya jam makan siang.
Ketika sedang duduk
menanti si ibu penjual warung merebus mie pesanan kami, tak lama kemudian seorang bapak yang
tadi kami temui di tempat pembayaran parkir motor dan penitipan helm datang menghamipiri dan ikut duduk
bergabung di sebelah kami. Sayangnya, saya lupa menanyakan siapa namanya. Kami
mengobrol santai. Menurutnya, danau ini sebetulnya sudah ada sejak enam tahun
yang lalu, namun baru ramai 3 bulan belakangan ini. Dulunya danau ini itu bekas
pertambangan batu gitu, pengunjung yang datang ke sini kalau di akhir pekan
katanya bisa tembus sampai 500 orang. Bahkan sampai ramai, motor aja sampai
nggak bisa parkir lagi. Kalau hari biasa bisa tembus sampai 200 orang, tapi
emang ramenya sehabis dzuhur kalau hari biasa itu.
Wah, 200-500 orang? Bukankah
ini bisa dijadikan potensi wisata yang bagus jika dapat dikelola dengan baik?
Dua mangkok mie rebus pun
siap, kami langsung menyantapnya. Kami menawari Bapak itu, Ia menolak dan mulai
bercerita banyak hal tidak hanya seputaran Danau Quarry saja. Lumayan lah kami
mengobrol, mungkin ada kali 15 menitan. Tidak lama pengunjung mulai
berdatangan, saya dan Enur mengembuskan napas lega, setidaknya bukan kami
satu-satunya pengunjung yang datang di hari itu. Bapak itu pamit kepada kami
dan menyambut pengunjung lain yang baru datang.
Setelah menghabiskan mie rebus dan beristirahat sejenak, kami memutuskan untuk naik dan menikmati keindahan Danau Quarry dengan tidak lupa mengambil foto kenang-kenangan.
Danau Quarry itu indah, danau yang berwarna biru kehijauan dikelilingi oleh bebatuan yang seperti membentuk tebing yang menambah kecantikan danau. Siapa yang menyangka bukan? Bahwa dulunya Danau Quarry adalah saksi bisu bagaimana alam menyediakan sumber daya yang begitu luar biasa dan manusia sebetulnya hanya perlu menjaga dan merawatnya. Mengambil seperlunya tanpa mengeruk habis hanya demi keserakahan. Siapa sangka, Danau yang dulunya adalah pusat roda perekonomian masyarakat sekitar lewat pertambangan batunya, setelah lama dibiarkan terbengkalai akhirnya terbentuk sebuah danau dan bisa mendatangkan rejeki bagi masyarakat sekitar dengan keindahan pemandangannya yang membuat siapa saja tertarik untuk menikmatinya. Sungguh, nikmat Allah begitu besar ke pada manusia. Namun sayang, terkadang manusia bersikap tidak adil pada alam ini dengan mengotori dan merusaknya.
Puas berfoto, kami langsung
memutuskan pulang, tadinya kami berniat mengejar rombongan yang pulang duluan
tidak lama sebelum kami. Iya, buat nyari barengan seperti rencana awal, karena kami nggak tahu jalan
pulang. Hahaha. Akhirnya nggak ketemu, terus pulang sendiri, dengan jalan yang
berbeda pula, terus kayak yang yakin aja gitu kalau jalannya bener. Eh taunya, kita tersesat.... Ah, emang
nekat banget deh XD
Meski banyak hal yang harus kami lalui di tengah perjalanan berangkat dan pulang yang tidak mudah, tapi Alhamdulillahnya berujung manis karena akhirnya kami bisa menemukan jalan yang benar dan pulang ke rumah masing-masing dengan selamat dan membawa perasaan bahagia!
***
Di balik perjalanan
kemarin, saya juga mendapat kisah, cerita atau pengalaman baru. Saya selalu
percaya, di setiap perjalanan yang kita lakukan pasti akan selalu terselip
cerita dan kisah di dalamnya yang dapat saya kenang dan ceritakan nantinya. Dan
benar saja.
Pertama, yang menjadi
perhatian saya adalah jujur baru pertama kalinya saya ke daerah parung, rumpin,
dan sekitarnya dan wah! Saya agak kaget juga, maksud saya adalah daerah itu
seperti daerah di mana perputaran roda perekonomian kencang, terbukti banyaknya
truk-truk besar pengangkut pasir dan batu yang banyak lalu lalang sementara
akses jalan bener-bener parah. Di beberapa jalan yang saya lewati, jalanannya
bahkan tidak bisa dikatakan layak. Serius, saya prihatin banget ngeliatnya.
Nggak kebayang gimana kalau misalnya saya yang tinggal di daerah situ, apakah
saya mampu seperti warga di sana yang akrab dengan jalanan yang rusak parah,
menantang resiko dan bahaya, berebut hak jalan dengan truk-truk besar yang
kerap melintas? Mereka harus mengakrabkan diri dengan debu-debu yang bertebaran.
Karena bagi mereka, mereka harus tetap makan, dapur mereka harus tetap ngebul.
Saya jadi berpikir, apakah daerah di sana bahkan lolos dari perhatian
pemerintah hingga jalananya bisa benar-benar bisa separah itu? ini masih di parung gitu,
nggak jauh-jauh dari ibu kota kan padahal, tapi kok? Duh, semacam Ironi
kehidupan memang benar-benar menyayat hati. Di mana ketika Kota tergempur
pembangunan yang besar-besaran, gedung bertingkat pencakar langit yang gencar
dibangun di tengah perkotaan, sementara di sana—di daerah lain, jangankan gedung
pencakar langit, jalanan yang layak aja seperti masih menjadi barang yang
langka dan masih jadi angan-angan bagi warga sekitar :’)
Kedua, saya begitu
terkesan di saat perjalanan pulang. Jalan yang kami lewati di perjalanan pulang ternyata berbeda
dari jalan yang kami lewati sewaktu berangkat. Kami susah payah melewati jalan
yang rusak parah, sudah berjuang melewati jalan itu, ternyata kami nyaris
nyasar ke daerah parung panjang melewati gunung sindur, beruntung kami
menemukan sebuah warung. Tanpa pikir panjang, kami langsung bertanya ke pada orang-orang yang kebetulan sedang menongkrong di warung. Ada
seorang bapak yang membuat saya terkesan. Ketika kami menanyakan jalan, beliau
memberitahukan jalan pada kami. Tidak hanya sekadar memberitahukan, bahkan bapak itu juga menjelaskan
dengan sabar.
Percakapan singkat itu, kurang lebih seperti ini.
“Neng, mau ke mana emang?” katanya, setelah kami
bertanya soal jalan ke parung.
“Mau ke pasar parung.”
“Parung Bogor apa parung
panjang”
“Emangnya beda, Pak?”
“Iya beda, kalo ke parung
panjang emang bisa lewat sini, tapi kalo parung bogor neng salah.”
“Yah salah ya, pak? Emang
harusnya ke mana?”
“Kalo ke parung bogor
tadi tuh jalan yang neng lewatin pas pertigaan, harusnya neng belok bukan
lurus.”
“Yaaah jadi salah ini?
Emangnya tadi ada pertigaan ya, nggak ngeliat saya.”
“Iya salah, mending neng
puter balik, di pertigaan nanti ada pos hansip, neng ambil ke kiri.”
“Oh jadi harus puter
balik ya.”
“Iya, soalnya lewat sini
bahaya neng. Tuh liat aja jalannya. Mending puter balik terus lewat situ. Dari
situ lurus aja terus nanti juga ketemu jalan raya yang beraspal, lebih aman.
Tadi sih ada yang nanya jalan, tapi mereka emang mau ke parung panjang. Kalo ke
parung panjang emang bisa lewat sini, tapi kalo ke parung bogor jauh. Mending
lewat yang tadi.”
“Oh gitu ya pak.”
Si bapak ini masih
terus menjelaskan, dan sepertinya dia tau dan melihat muka saya dan enur yang masih kebingungan, dan
tiba-tiba....
Bapak ini mengambil bekas
karton rokok gitu, terus menggambar denah jalan yang benar buat kami. Bener-bener denah jalan! Lengkap
dengan arah petunjuk dan tulisannya. Setelah menerima denah yang diberikan bapak itu, saya dan
enur pamit pergi dengan tidak lupa mengucapkan terima kasih dan merasa terharu.
Ah~ dari sekian banyaknya
warga sekitar yang kami temui, bapak yang kami temui di perjalanan pulang ini
bener-bener yang paling bikin terharu karena kebaikannya. Bahkan saya nggak
sempat bertanya siapa nanyanya. :’) Berkat arahan dan melihat denah dari bapak
itu, kami akhirnya berhasil menemukan
jalan pulang.
Meski saya bukan seorang
petualang, tapi sekalinya ke luar dan menjelajah ke entah mana pun itu, saya
selalu suka perjalanan, karena bagi saya di dalam sebuah perjalanan pasti saya
akan menemukan kisah, cerita, dan pengalaman baru yang pastinya bakal
memberikan kesan tersendiri untuk saya. Perjalanan kemarin cukup membahagiakan
dan menyenangkan sekaligus mengharukan, karena saya sendiri banyak belajar dari
pengalaman yang kemarin, salah satunya adalah bahwa menilai seseorang itu harus
secara menyeluruh, terlebih pada orang asing—orang yang nggak kita kenal—seperti
kemarin. Bapak yang berhati baik itu secara tampilan terlihat sangar, jujur
saja, tapi siapa sangka dibalik itu semua ternyata beliau luar biasanya baik
hati sekali. Saya bisa melihat ketulusannya ketika sedang membantu kami yang
kesusahan karena tidak tahu arah dan jalan.
Di manapun kita berada,
terlebih dalam perjalanan kewaspadaan itu perlu, tapi kita juga mesti menajamkan
intuisi dan feeling kita. Pasti bakal kerasa beda deh rasanya, mana yang emang
orang baik mana yang bukan. Nggak boleh juga jadi curigaan terus sama orang
asing.
Perjalanan kemarin membuat saya menemukan
salah satu alasan mengapa saya harus berdamai dengan masa lalu. Kejadian kemarin membuat saya bisa
percaya dan semakin yakin bahwa orang baik itu ternyata emang beneran ada. Saya
dulu pernah mengalami masa lalu yang cukup buruk, di mana karena kejadian itu membuat saya
menjadi selalu skeptis dan tidak mudah percaya pada orang lain, karenanya Saya
cukup hati-hati ketika mengenal orang baru pun menilai seseorang itu. Selama ini terlalu sering saya
melihat kepalsuan dalam kebaikan itu, membuat saya enggan mudah mempercayai kebaikan seseorang tanpa embel-embel "maksud terselubung" di dalamnya. Kejadian kemarin membuat saya banyak mengerti, membuat saya tidak banyak untuk cepat meghakimi orang lain tanpa mencari tau terlebih dahulu.
Dari pengalaman kemarin saya mengerti tentang arti kebaikan sejati. Di mana kebaikan itu akan
terlihat ketika kamu tanpa pamrih membantu orang lain, di mana ketulusan itu terpancar
murni dari sorot matamu. Meski kamu tidak mengenal siapa dia dan dari mana dia
berasal, tapi kamu tetap mau membantu. Ketika kamu tulus, maka kebaikan itu
akan dapat terasa sampai ke hati. Saya jadi semakin percaya dan yakin kalau orang Indonesia
itu aslinya emang pada ramah-ramah ke pada orang asing, yang bahkan tidak
mereka kenal, ketika orang itu kesulitan dan menanyakan jalan. Mereka tidak
segan membantu dengan tangan terbuka. Mungkin memberikan informasi tentang
jalan pada orang yang sedang kebingungan memang sepele, tapi bagi mereka yang
sedang kesusahan itu berarti sangat besar banget! Saya hanya berharap, semoga
kebaikan orang-orang yang telah membantu saya kemarin diijabah oleh Allah Swt.
Terkadang, kita memang perlu
nekat untuk sampai ke tujuan yang kita inginkan, tapi jangan lupa, untuk selalu
berdoa dan berhati-hati di setiap perjalanan yang kita lakukan. Jangan pernah
mengotori tempat wisata yang kita kunjungi dan jangan membuat kerusakan juga. Kalau
kita menghargai, maka kita juga akan dihargai. Yang perlu ditaklukan bukannya
tempat apa yang kita datangi, tapi yang perlu ditaklukan adalah ego kita
sendiri. [*]
Sebuah catatan kecil tentang jejak langkah kecilku ini yang telah membawaku pada salah satu pelajaran hidup paling berharga. Tak akan pernah kulupakan kenangan ini. Sampai kapanpun juga.
Danau Quarry Eks Jayamix
01 Febuari 2016
Mita Oktavia
Mita Oktavia
Wah keren bangt danaunya pemandanganya pun masih asri ya :)
BalasHapusIya lumayan, buat ngerefresh pikiran dan penat :D
HapusCantik ^^ wahhh gak nyangka itu bekas pertambangan
BalasHapusIya kak Dweeee, Akupun enggak nyangka bekas pertambangan bisa jadi potensi wisata kayak gitu. :D
HapusBiaya masuk sama biaya titip helm, mahalan titip helm, ya, hihihi. Indah deh danaunya :)
BalasHapusIya ya, ahahaha biaya masuk sama titip helm lebih mahal titip helm. Saya juga baru nyadar masa :v
Hapussebelum ke danau ini, aku baca blog mbak yang ini hihi dan emang bener akses jalannya parah ya, coba dibenerin jalannya :(
BalasHapuswahh.. cantik sekali permandangannya. saya warga malaysia dan plan mau ke bogor hujung tahun ini. Dan pasti saya mau nyinggah ke danau quarry bila tiba di sana nanti
BalasHapus