Bermula di Trier, Berjumpa di Jakarta Selatan
Meskipun hanya bertemu secara virtual. Tanpa pernah sekalipun bertatap muka. Aku merasa senyambung itu dan sedekat itu sama Teteh. Apalagi kita sama-sama dari Sunda jadi secara komunikasi pun lebih nyambung. Pokoknya berasa Teteh tuh kayak kakak sendiri. Secara enggak langsung kita berdua pun jadi saling support meski baru bisa lebih banyak lewat kata-kata. Kayak aku senang kalau teteh senang. Makanya pas dikabarin Teh Vitri akhirnya bertemu jodohnya dan menikah. Aku juga ikut seneng banget! Sempet juga aku diundang ke pernikahannya, tapi teu bisa datang karena jauh. Hiks. Sedih. :(
Aku di masa dua puluhan itu kaget juga karena segini baiknya si Teteh ke aku. Tulusnya juga bisa dirasakan. Padahal cuma kenal virtual aja belum ketemu muka sama sekali karena terpisah negara dan benua, tapi teteh udah ngundang aku ke acara pentingnya.
Di tahun 2024 ini akhirnya kesempatan itu tiba juga. Pas tau Teh Vitri ada rencana mudik ke Indonesia. Tanpa pikir panjang aku mencetuskan ide mau ketemuan. Alhamdulillah, Teh Vitri mau. Situasi juga mendukung, akhirnya pertemuan terjadi juga. Memang apa yang ditakdirkan untuk bertemu pasti akan bertemu. Bener-bener effortless rasanya. Apa yang selaras akan diizinkan olehNya untuk bertemu. Alhamdulillah, masyaallah. Ibaratnya kayak gak banyak hal yang harus disepakati demi terciptanya sebuah pertemuan. Soalnya kita berdua ge hayu-hayu aja. Jadi, gampang bersepakatnya.
"Teh, hayu ketemu yuk".
"Ih Hayu atuh"
"Ketemu di mana?"
"Yaudah aku yang nyamper ke Jakarta weh."
"Kamu bisa di sini bisa gak, Mit?".
"Hmm. Belum pernah di sini sih, Teh."
"Oh yaudah di sini aja atuh ya."
"Oke. Hayu! Lebih deket juga ke aku."
Dulu cuma bisa nerka-nerka bisa gak ya ketemu sama teteh beneran di real life secara tatap muka langsung. Yup, hari ini pertemuan mengharukan itu akhirnya terjadi. Kenal dari 2015 dan alhamdulillah ketemu di 2024. Ternyata kita udah kenal hampir 9 tahun lamanya. Bener-bener gak sadar kalau udah kenal lama.
Alhamdulillah. Rasanya hari ini hatiku penuh sekaliii.
Selain senang karena perjumpaan ini. Aku juga jadi banyak merenung. Lalu akhirnya tumbuh rasa syukur juga dalam dadaku yang mungkin dulu enggak pernah aku mengerti tentang rencana Allah atas pilihan-pilihan hidupku di masa itu.
Ternyata meskipun belum rezeki ke Jerman, tapi akhrinya aku nemuin juga jalan hidup yang sekarang aku jalani dengan lebih lapang.
Mungkin kalau dulu aku jadi pergi ke Jerman dalam keadaan penuh luka dan trauma, aku lebih enggak bisa bertahan kali. Apalagi kan harus jauh dari orang tua, teman, sahabat, orang-orang yang aku kenal, dan lingkungan yang familiar. Di saat diriku sendiri aja belum siap untuk ajeg sendiri tanpa kemelekatan.
Belum lagi mungkin kalau dulu jadi pergi pun Aku gak akan ketemu jalan untuk healing dan akhirnya menyadari apa-apa saja yang harus aku selesaikan di dalam kehidupanku yang saat ini.
Setelah aku telaah juga, dulu ambisiku ke Jerman juga niatnya gak setulus itu juga yaa. Bukan dalam rangka kebaikan diri, tapi malah untuk melarikan diri dari hidup sendiri. Hahahaha.
Iyaa, dulu ternyata Aku hanya ingin melarikan diri dari hidupku yang saat itu banyak luka & trauma yang enggak pernah aku tau cara menghadapi dan menyembuhkannya seperti apa. Aku cuma pengin pergi sejauh-jauhnya dari Indonesia yang mengingatkanku pada banyak memori dan orang-orang yang belum bisa aku maafkan.
Ditambah aku juga menyadari kalau aku tuh enggak suka belajar lewat jalur pendidikan formal dengan aturan yang ribet dan lingkungan yang penuh kompetisi. Itu juga yang memicu tekanan ke aku juga karena aku dipaksa untuk mengikuti hal yang bertentangan dengan hatiku. Bukan aku bilang kalau pendidikan formal jelek atau gak penting ya, tapi justru aku telat menyadari aja kalau ternyata hal itu juga cocok-cocokan. Mungkin metode belajarnya aja yang saat itu ternyata kurang cocok di aku.
Dibilang gak suka belajar juga sebenernya enggak. Malahan aku tuh hobi belajar, ditambah emang punya rasa ingin tahu yang besar juga. Cuma ternyata aku termasuk yang lebih suka belajar dari pendidikan informal dan lebih banyak praktiknya kayak di workshop-workshop gitu. Ditambah belajar jalur praktik langsung di kehidupan nyata. Inilah yang lebih terasa nyaman juga buatku. Jadi, gak hanya teori aja. Namun, sekaligus praktiknya juga.
Memang yaa, kadang inilah yang luput aku sadari juga. Kalau ternyata Allah benar-benar memberikan apa yang hambaNya butuhkan dibandingkan apa yang diinginkan hambaNya. Ditambah apa yang diberikan olehNya lebih dari pada cukup. Semalam juga aku nemu quote bagus yang kalimatnya begini:
"Kadang dunia membawamu pada hal-hal yang belum kamu punya sampai akhirnya kamu lupa artinya bersyukur. Padahal jika kita syukuri ternyata Allah memberikan lebih dari cukup."
Alhamdulillah, satu hal lagi yang aku pelajari hari ini. Bermula dari Trier, berjumpa di Jakarta Selatan. Pengalaman ini pun kembali mengingatkanku tentang betapa hebatnya arti sebuah proses perjalanan hidup. Apa pun yang terjadi dalam hidup memang sudah seharusnya terjadi seperti apa adanya. Serta aku juga kembali diingatkan kembali betapa pula besarnya kasih sayang dan cinta Allah pada hambaNya.💚
Posting Komentar untuk "Bermula di Trier, Berjumpa di Jakarta Selatan"
Hallo... Terima kasih sudah bersedia mampir di blog saya dan membaca postingan saya. Sempatkan untuk meninggalkan komentar yang relevan dengan isi postingan saya ya sebagai bentuk apresiasi agar saya tetap semangat menulis.
Sekali lagi terima kasih! ♡
Semoga betah mampir di blog saya :))